Barasuara: My First Encounter and The Pause

Pertama kali nonton Barasuara adalah tanggal 26 Agustus 2018. Di acara radio yang disponsorin sama rokok. Tempatnya di Click Square Naripan. Gratisan gitu (masih anak kuliahan, uang jajannya masih sangat terbatas). Waktu itu bintang tamu utamanya adalah Mocca, Pusakata, dan Barasuara.

Tapi waktu itu aku belum tau Barasuara. Aku ngejar Pusakata.

Sore-sore, sebelum Mocca main aku ngomong sama Pus "ntar abis Pusakata kita balik kali ya?". Nanya kaya gitu karena aku sama sekali nggak tau Barasuara. Alasan lainnya : itu adalah hari Minggu. Yang mana besoknya adalah Senin dan ada kuliah jam 7 pagi. Fyi rumahku jauuuuuuuuuuh bgt dari Click Square dan masih harus ngambil motor dulu di kosannya Pus.

Ternyata eh ternyata, baik Pus maupun Prim, dua2nya malah lebih penasaran nonton Barasuara. Yowis, akhirnya sambil cemas2 dikit (apa banyak ya?) mengiyakan mereka untuk nonton sampe Barasuara.

Kita nonton di barisan paling depan BANGET.

Mocca main. Pusakata main. Btw waktu itu sangat amat excited nonton Pusakata karena pengen banget sing along lagu-lagunya Payung Teduh di album Ruang Tunggu. Karena belom sempet nonton mereka bawain itu, Payung Teduhnya keburu bubar.

Anyway, udah puas dan hepi banget lah itu nonton Pusakata.

Akhirnya tiba waktunya Barasuara main. Pas Barasuara mau naik, crowdnya heboooooh banget. Baru abis itu ngebatin "oalah rupanya terkenal juga ya Barasuara". Ya pasti terkenal dong ya, orang ditaro di akhir acara.

Dan naiklah personil2 yang keliatan unik ini. This is how I see beberapa personil  yang terlihat menonjol: ada mas2 vokalis pakek batik (that batik kondangan, tapi emang dresscodenya waktu itu batik sih), mbak2 yang somehow terlihat sangat etnik, dan mas2 gondrong main bas yang pake sweater merah (tulisannya..... Lisoi?). Uniklah. Kaya nggak ada konsep visualnya. Pokoknya terserah mereka.

Later I know itu adalah (ofkors) Iga Massardi, Asteriska, dan Gerald Situmorang

Nggak inget lagu pertama apa yang mereka bawain. Tapi at some point mereka bawain lagu Hagia. Liriknya Hagia yang diulang-ulang terus bikin aku mencoba untuk ikutan sing along juga.

"Sempurna yang kaupuja, dan ayat-ayat yang kaubaca. Tak kurasa berbeda kita bebas untuk percaya"

And when it goes to this part "Seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami", I got chills. This part of doa Bapa Kami. Di tengah-tengah Hagia aku bilang sama Pus, "Pus ini bagian dari doa aing!"

Setelah Hagia selesai, Pus nanya "maneh tau Hagia Sophia nggak?". Of course I don't. Terus Pus cerita tentang Hagia Sophia.

Terus aku amazed. Kok bisa-bisanya mereka bikin lagu kayak gitu : A song with that lyrics, that music, that title.

Hagia adalah cinta pertamaku dengan Barasuara. Cinta keduanya happened not so long after that.

Lagunya?

Api dan Lentera.

What not to love about that song. Have you ever watch the crowd clapping, cheering, singing Api dan Lentera? Oh the vibe, the magical and powerful vibe.

Di tengah2 lagu, mas vokalis batikan ngomong "ada yang bisa main gitar nggak?"

OMG

Orang ini akan manggil orang lain, dengan begitu percayanya, untuk main gitar di atas panggung.

Aku sama Pus ndorong2 Prim buat angkat tangan.

Prim jago maen gitar, tapi bukan untuk lagu yang kaya lagunya Barasuara. Untungnya, Prim nggak dipilih buat naik.


Ada mas-mas keren yang akhirnya ditunjuk buat naik ke panggung.

Dikasih gitarnya Iga

Dan dia main as if dia emang anggota dari Barasuara


M A G I C A L


Dah.

Habis itu aku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama Barasuara. Mulai dengerin lagu mereka. Dan mulai jatuh cinta sama album Taifun.

Album baru mereka, Pikiran dan Perjalanan, yang dirilis mungkin sekitar bulan Maret 2019 jadi temen aku ngelab buat ngerjain tugas akhir. Masih inget banget, pertama kali dengerin lagu-lagu di album itu sampe ngebatin "lagu tuh bisa dibikin kaya gini ya". Bener-bener tiap hari dengerin lagu mereka.

Somewhere along the way, tugas akhirku became this convoluted mess. And I trapped in this dark dark place. One of the darkest. I stopped listening to Barasuara. Nggak cuma Barasuara sih, kayaknya semua lagu. Aku jadi lebih milih untuk dengerin lagu-lagu Lofi, meditation, dan yang gitu-gitu lah pokoknya.

You know how a certain song can bring the feeling of some memory? This is happened to me and album Pikiran dan Perjalanan-nya Barasuara. When I played lagu di album itu, that dark feeling I felt pas ngerjain tugas akhir creeps in.

So I chose not to listen to them for a while.


Komentar